Sesaat terjatuh lalu terbangun itu sulit. Sangat sukar untuk merengkuh dalam posisi siap sempurna. Mempermainkannya seakan tak ada permainan lainnya. Hening menunggu waktu yang kian laju. Berharap berhenti sejenak untuk rehat pikiran ini. Semua itu hanya halusinasi yang absolut kekosongannya. Menanti suatu titik perubahan dari kehidupan yang lampau.
Aku sudah menemukannya dengan cara yang teramat tak terbayangkan. Sungguh berat untuk melepas memori kelam ini. Beranjak dengan keterpukulan yang amat menyedihkan. Selarasnya hanya impian saja. Waktuku sudah tiba. Berangkat dari keterpukulan saja. Sekedar melepas untuk selamanya atau sementara. Hati ini mengganguk setuju untuk lepas dari selamanya.
Gejolak tiada henti menyambangiku yang lelah. Usapan hangatnya handuk yang membuat sedikit ketenangan. Alam pikir yang mulai bangkit dari tidur panjang. Semesta yang ikut mendukung langkah kaki. Aku bingung !. Apakah terperangkap dalam keadaan kelam seperti ini terus ? Adakah keinginan untuk lari darinya ? Untuk saat ini aku hanya termenung membisu menuggub orangtuaku selesai menunaikan shalatnya.
Pengembaraan imajinasi mulai menemui titik terang. Senja yang mulai hilang berganti malam. Sapuan hangat dari angin senja menutup hari dengan salam manis. Lantunan ayat suci yang dibacakan oleh ibu mulai menenangkan hati. Tak sadar aku mulai terhanyut dalam keterpaksaan saja. Keputusanku sudah bulat.
Ayah sudah selesai menunaikan shalatnya begitu juga dengan ibu. Perlahan aku mendatangi mereka dengan rasa bersalah.. Kuakui seluruh kesalahanku yang selama ini aku lakukan. Tetesan air mata yang tak dapat tertahan, kumuntahkan sederas-derasnya. Seluruhnya sifat burukku, perilaku buruk, serta hal lainnya yang selama ini aku lakukan. Tanpa ada pengakuan yang terlewati.
Raut wajah kecewa yang mulai tampak dari orangtuaku. Penyesalan yang tiada arti tergambar jelas. Sudut kerutan kening yang menandakan ketidakpuasan. Kesalahan yang dibuat olehku, harapan mereka u\yang selalu dibanggakan. Aku tak tahu ini salah besar. Entahlah. Pikiranku kalut tak menentu.
Semenjak aku dilahirkan, tak pernah terbersit pun untuk mengecewakan orangtuaku. Sampai saat ini, dan akan bertahan selamanya. Tidak akan pernah pikiran itu mencoba datang kedalamnya. Mencoba membahagiakan orangtuaku menjadi doktrin disetiap inti sel tubuh ini.
Kesalahan. Kekhilafan.. Kehancuran. Kebodohan. Aku sudah membuat mereka menagis akan perilaku dan tingkahku ini. Berharap menemukan mesin waktu untuk kembali ke masa lalu. Memperbaiki semuanya. Tanpa kesalahan yang berarti tentunya. Tapi, itu tak ada gunanya saat ini. Kupilih untuk melanjutkan dengan goresan yang besar.
Akhirnya, aku menemukan titik yang yang selama ini aku nantikan. Ketika, ibuku sujud didepan kepalaku sendiri untuk meminta aku yang tak seberapa unhtuk berubah. Itulah titikku. Bertekad untuk melakukannya lagi. Kumandang Adzan Isya sudah terdengung. Titik yang indah kutemukan seusai shalat magrib menjelang Isya.
Terima kasih ayah.semoga kau tenang di alam sana. Bekas cambukan tali pinggangmu akan kukenang selalu. Selamanya. Aku akan baik seperti dirimu dan akan mendapatkan wanita yang baik juga seperti ibu. Itu janjiku.
Ayah sudah selesai menunaikan shalatnya begitu juga dengan ibu. Perlahan aku mendatangi mereka dengan rasa bersalah.. Kuakui seluruh kesalahanku yang selama ini aku lakukan. Tetesan air mata yang tak dapat tertahan, kumuntahkan sederas-derasnya. Seluruhnya sifat burukku, perilaku buruk, serta hal lainnya yang selama ini aku lakukan. Tanpa ada pengakuan yang terlewati.
Raut wajah kecewa yang mulai tampak dari orangtuaku. Penyesalan yang tiada arti tergambar jelas. Sudut kerutan kening yang menandakan ketidakpuasan. Kesalahan yang dibuat olehku, harapan mereka u\yang selalu dibanggakan. Aku tak tahu ini salah besar. Entahlah. Pikiranku kalut tak menentu.
Semenjak aku dilahirkan, tak pernah terbersit pun untuk mengecewakan orangtuaku. Sampai saat ini, dan akan bertahan selamanya. Tidak akan pernah pikiran itu mencoba datang kedalamnya. Mencoba membahagiakan orangtuaku menjadi doktrin disetiap inti sel tubuh ini.
Kesalahan. Kekhilafan.. Kehancuran. Kebodohan. Aku sudah membuat mereka menagis akan perilaku dan tingkahku ini. Berharap menemukan mesin waktu untuk kembali ke masa lalu. Memperbaiki semuanya. Tanpa kesalahan yang berarti tentunya. Tapi, itu tak ada gunanya saat ini. Kupilih untuk melanjutkan dengan goresan yang besar.
Akhirnya, aku menemukan titik yang yang selama ini aku nantikan. Ketika, ibuku sujud didepan kepalaku sendiri untuk meminta aku yang tak seberapa unhtuk berubah. Itulah titikku. Bertekad untuk melakukannya lagi. Kumandang Adzan Isya sudah terdengung. Titik yang indah kutemukan seusai shalat magrib menjelang Isya.
Terima kasih ayah.semoga kau tenang di alam sana. Bekas cambukan tali pinggangmu akan kukenang selalu. Selamanya. Aku akan baik seperti dirimu dan akan mendapatkan wanita yang baik juga seperti ibu. Itu janjiku.
No comments:
Post a Comment